Budaya China ditambah budaya Arab yang melahirkan seni lukis kaca di Indonesia.yang berkembang di Desa Nagasepaha, Kabupaten Buleleng,Lukisan di atas kaca yang muncul sekitar tahun 1927 itu masih memiliki generasi dalam satu keturunan dari pelukisnya, Jro Dalang Diah (100).Bahkan, lima tahun terakhir lukisan ini kembali bangkit dan dikoleksi para kolektor intelektual dari beberapa daerah, termasuk Jakarta. Padahal, pada masa kejayaannya, kolektornya justru dari kalangan petani kopi dan jeruk yang kaya.
Kurator dan dosen Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Buleleng, Hardiman, mengatakan, karya lukis di atas kaca ini kembali memasuki masa kebangkitannya setelah bergelut dengan seni modern.”Bahkan, tema-tema lukisan kaca berkembang dari pewayangan ke gambar modern, seperti perkembangan politik atau pergolakan pemuda,” katanya pada pembukaan Pameran Seni Lukis Kaca Nagasepaha di Bentara Budaya Bali, Sabtu (17/10) malam.
Sumber: http://www.antarafoto.com/bisnis/v1339052113/lukisan-wayang-kaca
Pelestarian
Ia menambahkan, Jro Dalang Diah yang menjadi pelukis pertama Pulau Dewata ini telah menurunkan bakat alamnya kepada anak-anak dan cucunya. Mereka, antara lain, adalah I Nyoman Subrata, Ketut Suamba, Kadek Nurining, dan Ketut Santosa. Ada pula Made Sukrawa, Ketut Sumadrawan, Kadek Suardi, Ketut Sekar, Wayan Arnawa, Gede Kenak Aryadi, serta Kadek Wijana.Hal senada diungkapkan Pande Wayan Suteja Neka, kolektor dan pemilik Neka Art Museum. Ia menambahkan, gaya Nagasepaha memiliki kekhasan sendiri di antara gaya seni lainnya di Bali, seperti Kamasan, Ubud, dan Batuan.
Direktur Eksekutif Bentara Budaya Bali Efix Mulyadi mendukung upaya untuk turut melestarikan serta mengembangkan budaya dan seni seperti lukisan kaca asli Bali ini. Menurut dia, lukisan ini memiliki proses pengerjaan yang unik dan menjadi bermakna karena kelangkaannya.Dalam pembukaan tersebut, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesa Dr I Made Sutama menyumbangkan sebuah sketsa gambar wayang di atas kertas bungkus semen sebelum menjadi lukisan wayang kepada Bentara Budaya Bali. I Made Sutama juga mengatakan, sketsa-sketsa tersebut menjadi koleksi langka asli guratan Jro Dalang Diah dan saat ini hanya tinggal beberapa lembar saja. Selain itu, hadir pula dalam pembukaan pameran tersebut sejumlah pelukis dan kolektor, termasuk kolektor seni dari Jakarta, Adrian Pala dan Tossin Himawan. Pameran menggelar 52 lukisan kaca dan berlangsung hingga 27 Oktober mendatang. (ANS/AYS)
sumber: http://female.kompas.com/read/2009/10/19/09444946/seni.lukis.wayang.kaca.nagasepaha.belum.punah
Latar belakang sejarah yang berhubungan
Lukisan kaca di Nagasepaha Buleleng pada mulanya hanya bertema wayang. Ada adegan Ramayana, Mahabarata, Sutasoma, Arjunawiwaha,Bahan yang dibutuhkan untuk membuat lukisan kaca adalah tinta China, cat kayu, dan lembar kaca bening
Namun perlu di ketahui bahwa lukisan kaca pak dro dalang diah bukan lah pioner karena Perkembangan lukisan kaca tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam di tanah Jawa. Konon Seni Lukis Kaca ini sudah dikenal sejak abad 17 Masehi. Khususnya di daerah Cirebon. Pada jaman pemerintahan panembahan Ratu di Cirebon, lukisan kaca digunakan sebagai media dakwah agama Islam. Oleh sebab itu bentuk lukisan yang dikenal pada waktu itu hanya dua jenis, yakni berupa kaligrafi, dan gambar wayang.
Pada jaman sekarang Lukisan kaca kota udang ini di lukis dengan tekhnik melukis terbalik, sangat kaya akan gradasi warna dan nuansa dekoratif yang menawan serta menampilkan ragam hias ornament dan motif Mega Mendung serta Wadasan, kemudian lebih dikenal dengan sebutan Batik Cirebon. Kreatifitas seniman ini kemudian menambah jenis lukisan kaca Batik Cirebon dan jaman sekarang dikenal pula lukisan kaca oriental atau umum yang biasanya berupa bunga, wajah, pemandangan dan lain-lain.
Sumber: http://gegesikkidul.cirebonkab.go.id/organisasi-desa/prestasi-seni-dan-budaya/
“Tahapan tekhnis melukis di kaca ini agak berbeda dengan seni lukis yang lain, pertama sketsa dibuat pada kertas kemudian ditempel pada media kaca dan melukis di bidang kaca sebelahnya, ini yang dinamakan dengan tekhnik melukis terbalik, kata Dian, pendiri sekaligus pemilik Sanggar Alam Seni Lukis Kaca Cirebon
Ciri khas lukisan kaca Cirebon adalah Kaligrafi, Wayang dan Batik Cirebon, ada 42 jenis kaligrafi peninggalan para Wali atau Sunan, khusunya Sunan Gunung Jati, semuanya mempunyai makna dan tujuan yang berbeda. Salah satunya adalah Macan Ali berupa tulisan arab dengan lafadz dua kalimat syahadat, kaligrafi ini bertujuan memberikan semangat atau memotivasi pemiliknya agar selalu ingat kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Contoh wayang adalah lukisan Ganesha, gambar dua gajah yang satu membawa pedang dan satunya lagi membawa gada. Lukisan ini dipercaya menjaga kekuatan jahat, biasanya di pajang di depan pintu rumah. Untuk lukisan wayang berdasarkan pesanan bagi orang yang percaya dunia perwayangan. Dian menyarankan, lukisan karakter wayang yang dipesan disesuaikan dengan hari weton atau kelahiran si pemesan. Misalnya, kelahiran hari Senin disarankan memilih tokoh Arjuna, Selasa cocok dengan Bima, Rabu Semar, Kamis Hanoman, Jumat Prabu Kresna, Sabtu Baladewa, Minggu Yudistira.
Masing-masing membawa sifat dan kepribadian yang berbeda, dan diharapkan membawa pengaruh baik bagi pemilik lukisan apabila pasanannya berdasarkan rambu-rambu weton di atas. Sanggar Alam milik Dian Mulyadi yang berdiri sejak tahun 1997, menawarkan dua harga yang berbeda. “Untuk harga jual barang yang sudah ada, ukuran kaca; 20 x 30 cm dan bingkai 6 cm Rp.80.000, ukuran 30 x 40cm Rp.150.000, 40 x 50cm Rp.300.000, 55 x 75cm Rp. 450.000 dan 120 x 70cm ukuran bingkai 8 cm Rp.1.000.000 pembelian lebih dari 5 unit mendapat potongan 10 %.
Sedangkan untuk harga pesanan dikenankan biaya tambahan, biasanya mencapai tiga kali lipat harga produksi. “Dalam proses pengerjaan pesanan khusus di butuhkan ritual tertentu dan memakan waktu sedikit lama,” ujar Dian.
sumber: http://erawisata.com/cinderamata/cinderamata/lukisan-kaca-cirebon-warisan-budaya-wali-songo.htm
0 comments:
Post a Comment